Perlindungan Hukum Jurnalis di Era Digital Jadi Sorotan dalam Diskusi Publik PWI Lampung

Perlindungan Hukum Jurnalis di Era Digital Jadi Sorotan dalam Diskusi Publik PWI Lampung

Di tengah derasnya arus informasi dan transformasi media di era digital, tantangan yang dihadapi insan pers kian kompleks. Mulai dari intimidasi, kekerasan, hingga ketidaktahuan sebagian jurnalis akan aturan hukum dan etika jurnalistik menjadi sorotan utama dalam Diskusi Publik bertajuk “Perlindungan Hukum Terhadap Wartawan di Era Digital” yang digelar Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Lampung di Hotel Horizon, Bandar Lampung, Selasa (16/7).

Ketua PWI Lampung, Wira Hadikusuma, menegaskan pentingnya pemahaman mendalam terhadap regulasi yang mengatur kerja jurnalistik di era digital. Menurutnya, di tengah kemudahan akses informasi dan media sosial, jurnalis harus tetap berpedoman pada Undang-Undang Pers, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), serta Kode Etik Jurnalistik.

“Jurnalis di era digital dituntut mampu memahami Undang-Undang Pers, UU ITE, dan Kode Etik. Tidak bisa sembarangan dalam menyebarkan konten berita, apalagi di media sosial,” ujar Wira dalam sambutannya.

Ia mencontohkan, bahkan seorang jurnalis sekalipun bisa terjerat UU ITE jika dalam membagikan tautan berita di media sosial disertai narasi atau kalimat tambahan yang dianggap mengganggu atau merugikan pihak lain.

“Kalimat tambahan yang menimbulkan persepsi negatif bisa berpotensi melanggar pasal penghinaan atau pencemaran nama baik,” tambah Wira.

Dalam forum diskusi tersebut, Wira juga menyoroti dua pasal dalam UU ITE yang sangat relevan dengan dunia pers, yakni:

  • Pasal 27A tentang Penghinaan atau Pencemaran Nama Baik
  • Pasal 28 ayat (2) tentang Ujaran Kebencian berbasis SARA

Kegiatan ini dihadiri oleh jajaran pengurus PWI dari berbagai kabupaten/kota, antara lain Ketua PWI Lampung Tengah Gunawan Syah, Sekretaris Roy M Perleoli, serta Wakil Ketua Bidang Organisasi Hidayatullah.

Selain itu, diskusi juga menghadirkan narasumber dari unsur kepolisian, kejaksaan, dan lembaga bantuan hukum, guna memberikan perspektif hukum secara menyeluruh dan praktis kepada para peserta.

Jurnalis Harus Melek Hukum

Diskusi publik ini mendapat apresiasi tinggi dari peserta, mengingat pentingnya pemahaman hukum dalam menjalankan profesi jurnalistik di era digital. Tak hanya berperan sebagai penyampai informasi, jurnalis juga harus cerdas dan bijak dalam bermedia sosial.

“Seringkali niat membagikan informasi justru bisa jadi bumerang jika tidak disertai pemahaman hukum. Ini yang perlu disadarkan kepada seluruh insan pers,” ujar Gunawan Syah.

Para narasumber dari instansi penegak hukum mengingatkan bahwa proses hukum terhadap jurnalis bukan tidak mungkin terjadi, terutama jika tidak dilindungi oleh produk jurnalistik yang sesuai dengan UU Pers Nomor 40 Tahun 1999. Oleh karena itu, verifikasi informasi, keberimbangan berita, serta itikad baik harus selalu menjadi landasan dalam menulis maupun menyebarkan berita.

Kolaborasi dan Perlindungan

Diskusi ini juga menekankan pentingnya kolaborasi antara pers, aparat penegak hukum, dan lembaga bantuan hukum dalam melindungi kebebasan pers sekaligus menjaga agar jurnalisme tetap berada dalam koridor hukum.

“Kebebasan pers adalah hak yang dijamin konstitusi, namun tetap ada batasannya. PWI akan terus hadir mengedukasi dan mendampingi anggotanya,” tegas Wira Hadikusuma di akhir acara.

Kegiatan ini diharapkan menjadi langkah awal dalam membangun kesadaran kolektif bagi jurnalis untuk lebih memahami dan menjunjung tinggi aspek hukum dalam setiap aktivitas jurnalistiknya. Di era digital ini, profesionalisme dan integritas menjadi kunci utama menjaga marwah pers sebagai pilar keempat demokrasi. (***)